Polda Jatim Tahan Baby Sitter Pemberi Obat Keras pada Bayi
Polda Jatim rilis tersangka baby sitter

Surabaya (Aktualita),- Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, merilis kasus pemberian obat steroid yang dilakukan baby sitter terhadap bayi yang diasuhnya. Kepada polisi, tersangka mengaku memberi obat tersebut agar korban menjadi gemuk.

Setelah ditangkap dan menjalani pemeriksaan di gedung Ditreskrimum Polda Jatim, baby sitter berinisial M (38) langsung dilakukan penahanan.

Selain tersangka, polisi juga menyiya sejumlah barang bukti, diantaranya foto copy KK, akte lahir, satu lembar hasil cek laboratorium atas nama korban,satu buah flash disk berisi CCTV yang, screenshot percakapan Whatsahapp tersangka, dan satu bendel screenshot bukti pesanan obat-obatan pada aplikasi online.

"Kemudian bukti lain yang disita berupa satu bendel rekam medis atas nama korban dari ahli, HP, botol plastik yang digunakan untuk meracik obat berwarna biru dan orange, 30 butir pil berbentuk lonjong berwarna orange, 30 butir pil berbentuk persegi lima warna biru, satu buah botol kecil warna putih berisi 7 butir pil lonjong berwarna orange dan 7 butir pil persegi 5 berwarna biru dengan tutup bertuliskan huruf Cina warna gold," kata Dirreskrimum Kombes Pol. Farman, Selasa 15 Oktober 2024.

Modus yang dilakukan tersangka saat memberikan obat steroid tersebut, adalah dengan meracik obat berwarna biru dan orange dengan tujuan untuk menambah berat badan korban.

"Pemberian obat ini dilakukan tanpa dosis. Tersangka juga mengatakan mengetahui penggunaan obat ini dari temannya".

"Setelah diberi obat ini berat badan korban overweight hingga 19,5 kg," jelas Kombes Pol. Farman.

Sementara itu, setelah didalami bersama Biddokkes Polda Jatim, diketahui jika obat tersebut merupakan obat keras. Dimana dampaknya pada anak adalah menfes atau bengkak wajah.

"Korban kelihatannya seperti gemuk, tapi sebetulnya itu bengkak menurut dokter. Dampak lainnya adalah kerentanan terhadap keropos tulang dan lambung," tambahnya.

Tersangka sendiri dijerat pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2004, tentang PKDRT, dan Undang-Undang Kesehatan dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun. (dos)